Cinta Tak Ada Dihati
Aku sebagai lelaki yang bertipikal kadang rajin kadang malas, tergantung situasi yang mendukung di dalam hati, alur perjalanan cintaku ini menarik untuk diceritakan, karena banyak fenomena dan pengalaman berharga.
Pertama kali aku mengenal cinta ialah memasuki usia 18 tahun, aku masih duduk di sekolah menengah atas, sekarang aku duduk di kelas XI, tak heran waktu itu masih belum dapat memahami arti hidup, hanya dapat memahami arti cinta yang tidak sesungguhnya alias cinta monyet yang banyak orang-orang bilang. Pada masa SMA, aku ini sedikit malu mendekati wanita atau berkenalan dengan wanita, karena faktor tidak terlalu percaya diri, namun semua itu terus didorong oleh teman SMA ku sebut saja Anjar, dia yang selalu membuat aku ini malu ketika dipaksa untuk berkenalan dengan seorang wanita, tetapi itu semua untuk menjadikan aku lebih percaya diri dalam bermasyarakat.
Aku dan Anjar bersekolah di SMA yang sangat sejuk, sekolah yang mengedepankan lingkungan yang bersih dan asri, kita mempunyai hobi yang sama ialah bermain bola basket, bukan cuman itu dia pun menyukai main musik sama seperti aku, entah disengaja namun itu fakta. Aku menggeluti eskul basket di sekolah dan aku sangat antusias, eskul bola basket di sekolahku diadakan setiap hari selasa, kamis, dan sabtu. Kesempatan itu tak akan disia-siakan, karena hobi bermain basket sebagai alat untuk mengekspresikan kemampuanku.
Pada suatu hari, aku bergegas untuk latihan bermain basket di sekolah. Sesampainya disana, aku langsung berjalan menepi dari samping sekolah, karena jalan itu mempermudah ke lapangan bola basket, entah mimpi ataupun kenyataan, ketika aku sedang berjalan ada seseorang yang ingin berkenalan denganku sebut saja dia Amel, Amel adalah siswa cerdas dan masuk dalam kelas unggulan di sekolahku, tak membuang waktu aku pun langsung ke depan kelasnya, kelasnya pas di depan lapangan basket, kalau filsuf berkata menyelam sambil minum air....hehehe Di depan kelas dia, aku dan dia mengenal satu sama lain, berbicara tentang hobi, alamat rumah, dan yang terakhir yaitu tukar nomor handphone, sesudahnya berbincang-bincang aku pun bersiap untuk latihan basket.
Lelah mendera tubuhku, setelah bermain basket di sekolah, namun lelah itu terasa ringan karena Amel menghubungiku lewat pesan singkat, benak hati bertanya " apakah dia mengagumiku", memang dari tingkah laku dia mencirikan bahwa dia mengagumiku terlihat dari dia mengajak berkenalan terlebih dahulu. Dalam beberapa minggu Aku dan Amel berinteraksi, aku pun merasakan perbedaan, perbedaan ketika didekat dia. Entah itu dinamakan nyaman atau cinta, setelah itu semua berjalan dengan pasti, aku langsung menyatakan bahwa aku juga mengagumi Amel, perkenelan ini banyak memotivasi aku baik dari segi pengetahuan maupun yang lainnya. Karena aku sejak mengenal Amel kepribadianku menjadi lebih baik, yang dulu malas tapi menjadi lebih rajin dalam berorganisasi ataupun bersekolah. Interkasi aku dan Amel tak berlangsung lama, tak ada sebab tak ada orang ketiga, seolah-olah dia pun perlahan menjauh dariku, padahal keterkaitan aku dan Amel masih baik-baik saja. Pagi pun melandaku, hari yang cerah namun hati berantakan, kenapa begitu....karena aku dan Amel memutuskan untuk tidak berinterkasi lagi alias putus, hatiku gunda gulana namun cara mengemosikan itu semua, aku langsung mengajak teman-temanku untuk bermain musik termasuk di dalamnya ada Anjar yang menjadi tombak kebangkitanku disaat kondisinya seperti ini.
Umurku bertambah, jatidiri pun tak sebelumnya, aku pun menjadi lebih dewasa untuk menjalani kehidupan ini. Kelas XII dimulai, tidak ada yang berbeda, teman-teman pun tak ada yang berubah, suasana dewasa terasa setiap individu, namun perbedaanya ialah kalau kelas XII harus lebih rajin belajar dan fokus untuk satu langkah untuk meraih cita-cita. Hari demi hari kujalani, perasaan cinta pun tak ada dihati, tetapi ada seseorang wanita yang mengagumiku lagi, dia ialah Jenny, Jenny itu tak terlalu kelihatan batang hidungnya, karena ketika di sekolah lebih pasif dalam bersosialisasi, aku pun tak mengetahuinya bahwa ada nama Jenny di sekolah, namun aku menanggapinya biasa saja, karena tujuan ku di kelas XII tetap fokus untuk belajar. Berita dia mengagumiku banyak teman sekelasnya memberikan informasi, menurut temannya bahwa Jenny malu untuk bertemu denganku, karena ada suatu sebab, sebabnya karena aku pernah merajut interaksi bersama teman sekelasnya dulu, tetapi kabar itu terus berhembus sampai Amel pun mendengarnya, Amel langsung tak terima dengan semua itu, karena dihati Amel masih ada aku,. Kemudian terjadi pertengkaran antara Amel dengan Jenny, sebabnya saling mempertahankan pendapatnya masing-masing, Amel tak terima karena Jenny telah menutupi perasaannya, sebaliknya Jenny tak memungkiri bahwa perasaan itu boleh ke siapa pun asalkan tidak kelewat batas, sebuah kejadian itu menjadi topik di sekolah, aku merasa malu ketika mendengar kejadian itu. Waktu terus berjalan, hari bahagiaku tiba, tidak ada yang spesial dihari itu namun tiba-tiba Jenny mengajakku untuk bertemu, aku pun tak menolaknya, sesampainya di tempat itu, Jenny memberikan kesan terakhir kepadaku, dia memberikan kado dan ada secarik kertas yang ditulisnya untuk aku baca. Malam hari yang hening, aku membuka kado itu, aku pun membaca tulisan Jenny, tulisan perasaannya kepadaku dia tuangkan ke dalam tulisannya, hatiku merasa bersalah karena telah menyia-nyiakan Jenny, hal ini harus yang terakhir untuk tidak menyia-nyiakan perasaan seorang wanita. Semuanya berjalan dengan semestinya, perasaan galau, telah menyia-nyiakan wanita telah menjadi pengalaman berharga untukku. Aku pun lulus dari sekolah itu dengan nilai yang memuaskan.
Umurku bertambah, jatidiri pun tak sebelumnya, aku pun menjadi lebih dewasa untuk menjalani kehidupan ini. Kelas XII dimulai, tidak ada yang berbeda, teman-teman pun tak ada yang berubah, suasana dewasa terasa setiap individu, namun perbedaanya ialah kalau kelas XII harus lebih rajin belajar dan fokus untuk satu langkah untuk meraih cita-cita. Hari demi hari kujalani, perasaan cinta pun tak ada dihati, tetapi ada seseorang wanita yang mengagumiku lagi, dia ialah Jenny, Jenny itu tak terlalu kelihatan batang hidungnya, karena ketika di sekolah lebih pasif dalam bersosialisasi, aku pun tak mengetahuinya bahwa ada nama Jenny di sekolah, namun aku menanggapinya biasa saja, karena tujuan ku di kelas XII tetap fokus untuk belajar. Berita dia mengagumiku banyak teman sekelasnya memberikan informasi, menurut temannya bahwa Jenny malu untuk bertemu denganku, karena ada suatu sebab, sebabnya karena aku pernah merajut interaksi bersama teman sekelasnya dulu, tetapi kabar itu terus berhembus sampai Amel pun mendengarnya, Amel langsung tak terima dengan semua itu, karena dihati Amel masih ada aku,. Kemudian terjadi pertengkaran antara Amel dengan Jenny, sebabnya saling mempertahankan pendapatnya masing-masing, Amel tak terima karena Jenny telah menutupi perasaannya, sebaliknya Jenny tak memungkiri bahwa perasaan itu boleh ke siapa pun asalkan tidak kelewat batas, sebuah kejadian itu menjadi topik di sekolah, aku merasa malu ketika mendengar kejadian itu. Waktu terus berjalan, hari bahagiaku tiba, tidak ada yang spesial dihari itu namun tiba-tiba Jenny mengajakku untuk bertemu, aku pun tak menolaknya, sesampainya di tempat itu, Jenny memberikan kesan terakhir kepadaku, dia memberikan kado dan ada secarik kertas yang ditulisnya untuk aku baca. Malam hari yang hening, aku membuka kado itu, aku pun membaca tulisan Jenny, tulisan perasaannya kepadaku dia tuangkan ke dalam tulisannya, hatiku merasa bersalah karena telah menyia-nyiakan Jenny, hal ini harus yang terakhir untuk tidak menyia-nyiakan perasaan seorang wanita. Semuanya berjalan dengan semestinya, perasaan galau, telah menyia-nyiakan wanita telah menjadi pengalaman berharga untukku. Aku pun lulus dari sekolah itu dengan nilai yang memuaskan.
#TP08